Pembuktian dalam perkara pidana, bertujuan mencari kebenaran material, yaitu kebenaran sejati atau yang
sesungguhnya. Hakimnya bersifat aktif. Hakim berkewajiban untuk mendapatkan
bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan kepada tertuduh. Alat buktinya bisa berupa keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa.
Dasar hukum tentang pembuktian dalam
hukum acara pidana mengacu pada pasal 183-189 KUHAP (Kitab Undang Undang
Hukum Acara Pidana ). Menurut pasal 184 KUHAP, alat bukti dalam perkara pidana bisa
berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hal-hal yang
sudah diketahui umum, tidak perlu dibuktikan lagi.
Pada prinsipnya, penggunaan alat bukti
saksi dan surat dalam hukum acara pidana tidak berbeda dengan hukum acara
perdata. Baik dalam bentuk
maupun kekuatannya. Namun, ada alat bukti lain yang perlu
diketahui dalam perkara pidana, diantaranya adalah:
1. Keterangan
Saksi
Keterangan saksi adalah alat bukti
yang pertama disebut dalam pasal 184 KUHAP. Aturan-aturan khusus tentang
keterangan saksi hanya diatur di dalam 1 (satu) pasal saja yaitu pasal 185
KUHAP, yang antara lain menjelaskan tentang kekuatan pembuktiannya dan lain-lain.
Mereka yang relatif tidak berwenang
memberi kesaksian, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak
dapat mengundurkan diri sebagai saksi :
a)
keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai
derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
b)
saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu
atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan
anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
c)
suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa (pasal 168 KUHAP).
Untuk mereka yang absolut tidak
berwenang memberi kesaksian dalam pasal 171 KUHAP berbunyi sebagai berikut :
yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah adalah :
a. anak yang umurnya belum cukup
lima belas tahun dan belum pernah kawin.
b. Orang sakit ingatan atau sakit
jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.
Mengingat anak yang belum berumur lima
belas tahun demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila
meskipun hanya kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut
psychopaat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam
hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan
keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.
2. Keterangan Ahli
Keterangan ahli diatur dalam pasal 186
KUHAP yang mengatakan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli
nyatakan di bidang pengabdian.
Di dalam penjelasan pasal dimaksud
dikatakan bahwa keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk
laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau
pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan
keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut
diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji dihadapan hakim.
Laporan dari ahli-ahli yang ditetapkan
oleh Pemerintah untuk mengutarakan pendapat dan pikirannya tentang
keadaan-keadaan dari perkara yang bersangkutan, hanya dapat dipakai guna
memberi penerangan kepada Hakim, dan Hakim sama sekali tidak berwajib turut
pada pendapat orang-orang ahli itu, apabila kyakinan Hakim bertentangan dengan
pendapat ahli itu.
3. Surat
Surat sebagaimana tersebut dalam pasal 184 ayat
(1) huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan
dengan sumpah, adalah :
a)
berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri,
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b)
surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat
yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang
menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal
atau sesuatu keadaan;
c)
surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya;
d)
surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari
alat pembuktian yang lain (pasal 187 KUHAP).
4. Petunjuk
Disamping dari
pembuktian juga dikenal dengan petunjuk. Di dalam KUHAP alat bukti petunjuk ini dapat kita
lihat di dalam pasal 188, yang berbunyi sebagai berikut :
1.
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian yang karena penyesuaiannya, baik antara
yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, manandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
2.
Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam (1) hanya dapat diperoleh dari;
a. kerangan saksi;
b. Surat;
c. Keterangan terdakwa
3.
Penilaian atas kekuatan pembiktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan
tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan
pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati
nuraninya”.
Dari bunyi pasal di atas, maka dapat
dikatakan bahwa petunjuk adalah merupakan alat pembuktian tidak langsung,
karena hakim dalam mengambil kesimpulan tentang pembuktian, haruslah menghubungkan
suatu alat bukti dengan alat bukti lainnya dan memilih yang ada persesuaiannya
satu sama lain.
Syarat-syarat untuk dijadikan petunjuk
sebagai alat bukti haruslah :
a. Mempunyai persesuaian satu
sama lain atas perbuatan yang terjadi.
b. Keadaan-keadaan perbuatan itu
berhubungan satu sama lain dengan kejahatan yang terjadi.
c. Berdasarkan pengamatan hakim
baik dari keterangan terdakwa maupun saksi di persidangan.
Adanya petunjuk dapat
diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Keterangan seorang
saksi saja dapat dijadikan petunjuk oleh hakim, jika berhubungan dengan
keterangan terdakwa yang diberikan di luar persidangan merupakan petunjuk bagi
hakim atas kesalahan terdakwa.
Di dalam pasal 188 ayat (1)
KUHAP yang dimaksud dengan petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana dan siapa pelakunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar