Pada tulisan yang lalu saya telah
mengemukakan pandangan tentang delik perkara “Tragedi Tugu Tani”. http://hukum.kompasiana.com/2012/01/26/jerat-afrianti-dengan-pasal-pembunuhan/
. Dalam tulisan tersebut saya menyampaikan alur logika dan dasar hukum untuk
menjerat pengemudi Xenia (AS) dengan delik pembunuhan, sehingga ancaman hukuman
terhadap pelaku menjadi maksimal (20 tahun). Dengan kontruksi penjeratan delik
pembunuhan (Pasal 338 KUHP) di kumulatifkan dengan delik penggunaan Narkoba (pasal 112 jo 132 subsider 127 UU No 35 Tahun 2009).Sistem peradilan
pidana di Indonesia tidak menggunakan asas kumulatif absolut (Menjumlah ancaman
pidana).Namun menggunakan kumulatif terbatas, yaitu ancaman pidana yang
terberat di tambah sepertiga.
Sebenarnya ada penerapan pasal yang lebih mudah di
jeratkan dan mempunyai ancaman hukum yang terhitung berat.Polisi akan lebih
mudah menerapkan pasal 311 ayat (5) UU No 22 tahun 2009 dengan di kumulatifkan
pasal 112 jo 132 subsider 127 UU No 35 Tahun 2009.Dangan kontruksi pasal
tersebut bisa menuntut pelaku dengan ancaman pidana kurungan paling lama 18
tahun.Polisi dan Jaksa tidak akan menemukan kesulitan yang berarti untuk
menjerat AS dengan delik pidana seperti yang di atur dalam pasal tersebut.Namun
mengapa Polisi harus memaksakan untuk menerapkan pasal 338 KUHP meskipun
tantangan yang begitu berat untuk pembuktian delik pidana materiilnya?
Dalam pasal 311 ayat (5) UU no 22 tahun 2009, setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor
dengan cara atau keadaan yang membahayakan nyawa dan barang dapat dikenai
sanksi pidana dan denda. Jika kondisi tersebut menyebabkan orang lain meninggal
dunia, pasal 311 ayat (5) mengatur bahwa pelaku dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).Ancaman pidana 12 tahun tersebut
apabila di kumulatifkan dengan pasal asal 112 jo 132 subsider 127 UU
No 35 Tahun 2009 tentang narkotika
menggunakan narkotika dan menggunakan narkotika secara bersama-sama. Afriyani
terancam hukuman penjara minimal 4 tahun penjara dan maksimal 12 tahun penjara.
Kedua tindak pidana tersebut mempunyai ancaman 12 tahun penjara.
Namun di Indonesia tidak menganut asas kumulatif absolut yaitu menjumlah
ancaman pidana maksimal, dalam perkara ini bisa menjadi ancaman 24 tahun
penjara.yang adalah di gunakan di
Indonesia adalah kumulatif terbatas, yaitu ancaman hukuman maksimal di tambah
sepertiga dan apabila jumlahnya lebih
dari 20 tahun maka ancaman yang di gunakan maksimal 20 tahun.Apabila ancaman
maksimal dalam perkara ini 12 tahun, maka di tambah sepertiga hasilnya menjadi
18 tahun penjara.
Apabila menggunakan delik pidana pembunuhan dengan pasal 338 KUHP,
Polisi akan menemui cukup banyak hambatan.Tidak mudah menggunakan pasal
pembunuhan seperti yang di atur dalam pasal 338 KUHP yaitu “barang siapa yang sengaja menghilangkan jiwa orang lain, karena
pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun”.Polri di hadapkan banyak tantangan
baik secara materiil delik pidananya ataupun desakan dari opini kolektif
publik.
Namun pembuktian delik pidana
pembunuhan dalam perkara ini akan menjadi sebuah langkah pembaharuan besar
dalam perumusan delik pidana kecelakaan lalu lintas. Hal ini di perlukan
mengingat kecelakaan lalu lintas merupakan penyumbang kematian yang sangat
besar sekali. Sekitar 30.000 jiwa melayang sia – sia karena menjadi korban
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan memang sesuatu yang tidak bisa di hindari,
namun bisa di lakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya hilangnya
nyawa orang. Jika di bandingkan dengan negara – negara maju seperti Amerika,
seorang sopir kendaraan yang menghilangkan satu nyawa orang karena kecelakaan
bisa di ancam dengan pidana hingga 46 tahun.
Sebua revolusi pembaharuan penyidikan
kecelakaan lalu lintas akan terjadi, apabila pasal 338 KUHP bisa menjerat AS di
pengadilan nanti. Kedepannya, kalau ada kejadian yang serupa namun hanya
menimbulkan korban luka ringan ataupun berat bahkan kerugian materiil, maka
pelaku penyebab kecelakaan tersebut bisa di kenakan tuduhan percobaan
pembunuhan. Ancaman pidana yang sedemikian berat, bisa menjadi shock psikis
sehingga pengguna jalan lebih berhati – hati ketika berkendara.Apalagi yang
mempunyai kebiasaan ugal – ugalan dan mabuk alkohol ataupun narkotika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar