Tertarik
saya atas pemberitahuan rekan kompasioner dengan salah satu tulisan di http://hukum.kompasiana.com/2011/09/08/polri-hanya-berani-dengan-saipul-jamil-saja/.
Mungkin memang sudah basi untuk membicarakan perkara
pedangdut Syaiful Jamil,kecelakaan yang tidak pernah dia bayangkan pada hari
sabtu tanggal 3 september 2011 di tol Cipularang KM97[i].Tragedi
yang tragis dalam hidupnya,sudah jatuh,kehilangan istri di tambah pusingnya
perkara dengan polisi.Meskipun sudah berganti bulan,Penulis sendiri tidak
mengetahui perkembangan perkara tersebut secara mendetail,sehingga apabila ada
kekeliruan informasi mohon di luruskan.Penulis mencoba menganalisa kasus tersebut
dari sudut pandang Politik Hukum Pidana[ii]
dan keadilan restorative[iii]
secara komprehensif dengan wawasan keilmuan selugas mungkin.Kata orang bijak
“Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Secara
hukum positif,Polri sebagi instansi yang di bebani wewenang untuk menangani hal tersebut seolah seperti
di lempari buah simalakama.Sebagai pelaksana undang – undang yang secara
dogmatis dalam pasal 310 ayat (4) UU No.22 tahun 2009 “Dalam hal kecelakaan sebagaimana di maksud pada ayat (3) yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia,dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00(Dua belas juta
rupiah.
Secara tekstual,tidak salah memang “seandainya”
Polri melanjutkan perkara tersebut sampai ke ranah pengadilan.Karena memang
teks dari undang-undang yang di jeratkan kepada Ipul sebagai tersangka atas
meninggalnya istrinya sendiri akibat kelalaianya.Namun pertanyaannya
sekarang,apakah itu yang di harapkan si pembuat peraturan pada waktu menggagas
serangkaian kalimat dan kemudian di sahkan menjadi UU yang kini menjerat Ipul
Jamil?Ruang sosial begitu dinamis,sehingga segelintir kalimat tidak akan mampu
mewakili fenomena social yang tak terbatas.Polisi yang berasal dari kata
Policy(kebijakan) tentunya harus jeli dalam menerapkan logika hukum,sehingga
substansi dari penegakan hukum itu tercapai.
Politik
hukum pidana mengejewantah dalam bentuk penegakan hukum pidana. Sebagai
pengejewantahan politik hukum pidana, penegakan hukum pidana merupakan suatu
proses dan kebijakan untuk menanggulangi kejahatan secara rasional melalui
sarana hukum pidana yang dilaksanakan melalui beberapa tahap. Tahap pertama
adalah tahap formulasi, yaitu tahap pembuatan
peraturan perundang-undangan pidana yang tahap pembuatan oleh Badan Pembuat
Undang-undang, kemudian tahap aplikasi, yaitu tahap penerapan hukum pidana yang
dilakukan oleh aparat atau instansi penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai
pengadilan, akhirnya tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan pidana oleh aparat
atau instansi pelaksana pidana.
Namun
harus di ingat pula,Polisi sebagai pengambil kebijakan di bekali payung hukum
berupa kewenangan diskresi kepolisian seperti yang tertuang dalam Pasal 18 UU
No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sehingga alangkah
lebih indahnya hukum Republik ini apabila aparat penegak hukumnya bisa
mengintepretasikan peraturan tekstual di selaraskan dengan
kontekstualitasnya.Sehingga anomaly hukum yang terjadi tidak melepaskan tujuan
hukum dari subtansinya yaitu untuk menuju keadilan sosial dan rakyat yang
sejahtera.
Tercontoh
pada kasus Syaiful jamil kali ini,menurut perkiraan saya pribadi.Saya yakin
Polisi memeriksa Syaiful jamil dan menetapkanya sebagai tesangka itu semata
hanya untuk memenuhi perintah dari regulasi formil.Artinya,persyaratan yang di
butuhkan dalam berkas penyidikan memang
wajib di lengkapi oleh Polisi.Itu sebagai tanggung jawab kerja atas
profesinya,tanggung jawab atas SPDP yang di kirimkan kepada kejaksaan.Pertanggung
jawaban ijin penyitaan yang dikirimkan kepada pengadilan.Sehingga tindakan
melengkapi berkas perkara yang di lakukan oleh penyidik itu,saya menilai
sebagai langkah antisipatif.
Namun
di balik tindakan antisipatif Polri tersebut,sang pengambil kebijakan menyimpan
solusi yang cemerlang.Polri masih mempunyai penyelesaian berupa “Mediasi penal
atau Alternatif Dispute Resolution(ADR)”.Secara komprehensif,pasal 18 UU No. 2
tahun 2002 dapat menjadi payung hukum bagi Polri untuk memediasikan perkara
Ipul Jamil.Apalagi Kapolri dengan keputusannya yaitu Surat Kapolri No.Pol.:
B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 di tentukan beberapa langkah –
langkah penanganan kasus melalui ADR.
Kiranya
kebijakan seperti itulah yang di nanti oleh pengagum keadilan di negeri
ini.masih ada harapan di Republik yang sakit ini untuk kembali siuman.Semoga
manusia dengan kewenangan yang di berikan oleh Negara.Yang kita sepakati
bernama aparat penegak hukum di negeri ini,dapat memahami regulasi yang di
formulakan sedari awal dengan dasar filsafat yang mulia.Untuk mencapai
kesejahteraan rakyat dan keadilan
sosial.Itulah substansi dan tujuan dan penegakan hukum bila ingin di katakana
berhasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar